TANYA JAWAB

Pertanyaan yang sering diajukan seputar Asuransi Allianz Syariah

 

Pengertian Asuransi Syariah

  • Menurut Dewan Syariah Nasional, asuransi syari’ah adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian terhadap resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah. (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/IX//2001, hlm.5).
  • Dalam asuransi syariah, diberlakukan sebuah sistem, di mana para peserta akan menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim jika ada peserta yang mengalami musibah. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa, di dalam asuransi syariah, peranan dari perusahaan asuransi hanyalah sebatas pengelolaan operasional dan investasi dari sejumlah dana yang diterima saja. Dalam perkembangannya, asuransi syariah memiliki banyak keunggulan dan kelebihan jika dibandingkan dengan asuransi konvensional. Hal ini tentu saja membuat adanya perbedaan mendasar di antara kedua jenis asuransi tersebut.

Untuk Siapa Asuransi Syariah?

  • Tidak terbatas pada umat muslim, namun universal, seluruh umat dari suku, agama, ras manapun dapat bergabung menjadi peserta.

Tentang Allianz Syariah

  • Unit Syariah PT. Asuransi Allianz Life Indonesia mulai beroperasi pada tahun 2006. Hal ini berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Nomor : KEP-440/KM.5/2005 pada 20 Desember 2005 mengenai Pemberian izin pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dan Rekomendasi Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor : U-132/DSN-MUI/VII/2005 mengenai Rekomendasi Penetapan Dewan Pengawas Syariah (DPS).
  • Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, pengertian Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah Usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/ tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
  • Akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah dimaksud pada pengertian Asuransi Syariah adalah yang tidak mengandung maysir (perjudian), gharar (penipuan), riba (bunga), penganiyayaan, risywah (suap), barang haram dan maksiat.
  • Akad dalam Produk Asuransi Syariah terbagi menjadi 2 (dua), yaitu Akad Tijarah (Wakalah bil Ujrah) dan Akad Tabarru (Hibah).
  • Akad Wakalah bil Ujrah merupakan akad yang dilakukan antara Perusahaan Asuransi Syariah dengan Peserta. Dalam praktiknya pada akad ini Peserta memberikan kuasa kepada Perusahaan Asuransi Syariah untuk mengelola Dana Peserta dengan imbalan pemberian Ujrah (fee).

Objek wakalah bil Ujrah antara lain:

  • Kegiatan administrasi
  • Pengelolaan dana
  • Pembayaran klaim
  • Underwriting
  • Pengelolaan portfolio risiko
  • Pemasaran
  • Investasi

Akad Tabarru merupakan Akad yang dilakukan antar Peserta Asuransi Syariah. Akad ini dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar Peserta, dan bukan untuk tujuan komersil.

Dana hibah dari para Peserta Asuransi Syariah inilah yang kemudian akan digunakan untuk menolong Peserta lain yang tertimpa musibah (melakukan klaim).

Akad Tabarru harus melekat pada semua Produk Asuransi Syariah.

Akad Asuransi Syariah

  • Akad Wakalah bil Ujrah adalah akad pemberian kewenangan oleh Peserta kepada Pengelola sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru’ dan/atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa ujrah (fee) sesuai dengan kesepakatan.
  • Akad Tabarru’ adalah akad hibah dalam bentuk pemberian Iuran Tabarru’ dari Peserta kepada Dana Tabarru’ untuk tujuan tolong menolong di antara para Peserta sebagaimana diatur dalam Polis, yang tidak bersifat dan bukan untuk tujuan komersial.

Perbedaan Syariah Dan Konvensional

Pengelolaan Risiko

  • Pada dasarnya, dalam asuransi syariah sekumpulan orang akan saling membantu dan tolong menolong, saling menjamin dan bekerja sama dengan cara mengumpulkan dana hibah (tabarru). Dengan begitu bisa dikatakan bahwa pengelolaan risiko yang dilakukan di dalam asuransi syariah adalah menggunakan prinsip sharing of risk, di mana resiko dibebankan kepada perusahaan dan peserta asuransi. Sedangkan di dalam asuransi konvensional berlaku sistem transfer of risk, di mana resiko dipindahkan oleh tertanggung (peserta asuransi) kepada pihak perusahaan asuransi yang bertindak sebagi penanggung di dalam perjanjian asuransi tersebut.

Pengelolaan Dana

  • Pengelolaan dana yang dilakukan di dalam asuransi syariah bersifat transparan dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk mendatangkan keuntungan bagi para pemegang polis asuransi itu sendiri. Di dalam asuransi konvensional, perusahaan asuransi akan menentukan jumlah besaran premi dan berbagai biaya lainnya yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan dan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan itu sendiri.

Sistem Perjanjian

  • Di dalam asuransi syariah hanya digunakan akad hibah (tabarru) yang didasarkan pada sistem syariah dan dipastikan halal. Sedangkan di dalam asuransi konvensional akad yang dilakukan cenderung sama dengan perjanjian jual beli.

Instrumen Investasi

Hal ini juga menjadi sebuah perbedaan yang besar dalam asuransi syariah dan konvensional. Di dalam asuransi syariah, investasi tidak bisa dilakukan pada berbagai kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah dan mengandung unsur haram dalam kegiatannya. Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah:

  • Perjudian dan permainan yang tergolong ke dalam judi.
  • Perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain: perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa, dan perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu. Jasa keuangan ribawi, antara lain: bank berbasis bunga, dan perusahaan pembiayaan berbasis bunga. Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan / atau judi (maisir).
  • memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan berbagai barang, seperti: barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).

Sertifikat MUI Allianz Syariah

 

Ingin Segera Dihubungi?

Jika tertarik dengan paket yang ada atau paket lainnya silakan hubungi kami dengan mengisi formulir di bawah ini.

Buat Janji Temu

TATAP MUKA LANGSUNG / DIGITAL

    //]]>